Salam sahabat umroh jogja...
Ketika memasuki musim haji, istilah "haji mabrur" menjadi sorotan utama, bahkan sering kali masyarakat mendoakan agar orang yang pergi menunaikan ibadah haji mendapatkan haji mabrur. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan haji mabrur?
Secara linguistik, istilah "mabrur" berasal dari kata "al-mabrur" yang mengandung arti ketaatan.
Apabila dipadukan dengan kata "haji", maka haji mabrur merujuk pada pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan dengan baik dan diterima oleh Allah.
Namun, dalam konteks keagamaan, apa sajakah keutamaan menjadi jemaah haji yang mabrur, dan bagaimana ciri-cirinya?
Apa itu Haji Mabrur
Mengutip laman NU Online, dalam syariat Islam, haji mabrur dimaknai sebagai mengerjakan ibadah haji sesuai dengan perintah dan petunjuk Allah dan RasulNya.
Dalam kitab Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i karangan Jalaluddin as-Suyuthi, haji mabrur dijelaskan sebagai seorang yang melaksanakan ibadah haji dan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelum ia berhaji.
وَقِيلَ : هُوَ الْمَقْبُولُ الْمُقَابَلُ بِالْبِرِّ وَهُوَ الثَّوَابُ، وَمِنْ عَلَامَةِ الْقَبُولِ أَنْ يَرْجِعَ خَيْرًا مِمَّا كَانَ وَلَا يُعَاوِد الْمَعَاصِي
Artinya, “Ada pendapat yang mengatakan: ‘Haji mabrur adalah haji yang diterima yang dibalas dengan kebaikan yaitu pahala. Sedangkan pertanda diterimanya haji seseorang adalah kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi melakukan kemaksiatan.”
Dalam kitab yang sama, Al-Qurthubi menerangkan tentang haji mabrur sebagai ketentuan kesempurnaan dari ibadah haji.
قَالَ الْقُرْطُبِيُّ : الْأَقْوَالُ الَّتِي ذُكِرَتْ فِي تَفْسِيرِهِ مُتَقَارِبَةٌ وَأَنَّهُ الْحَجُّ الَّذِي وُفَّتْ أَحْكَامُه وَوَقَعَ مَوْقِعًا لِمَا طُلِبَ مِنْ الْمُكَلَّف عَلَى وَجْهِ الْأَكْمَلِ
Artinya: “Al-Qurthubi berkata: ‘Bahwa pelbagai pendapat tentang penjelasan haji mabrur yang telah dikemukakan itu saling berdekatan. Kesimpulannya haji mabrur adalah haji yang dipenuhi seluruh ketentuannya dan dijalankan dengan sesempurna mungkin oleh pelakunya (mukallaf) sebagaimana yang dituntut darinya.”
Bagaimana Cara Memperoleh Haji Mabrur
Setelah mengetahui balasan yang amat besar bagi orang yang hajinya diterima oleh Allah ﷻ, bagaimanakah ciri-ciri atau tanda-tanda dari orang-orang yang diterima hajinya oleh Allah ﷻ?
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Rasulullah ﷺ ditanya oleh para Sahabat, dan beliau memberikan kriteria orang yang diterima hajinya oleh Allah, dikutip dari NU Online.
قالوا: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا الْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ؟ قال: “إِطْعَامُ الطَّعَامِ، وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ
“Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah ﷺ, apa itu haji mabrur?’ Rasulullah ﷺ menjawab, ‘Memberikan makanan dan menebarkan kedamaian.’”
Dalam hadits lain, yang diriwayatkan oleh Al-Hakim, Rasulullahﷺ menerangkan kriteria lain yang menjadi ciri-ciri haji mabrur.
سئل النبي ما بر الحج قال إطعام الطعام وطيب الكلام
“Rasulullah ﷺ ditanya tentang haji mabrur. Rasulullahﷺ kemudian berkata, ‘Memberikan makanan dan santun dalam berkata.’”
Berikut penjelasan singkat mengenai kriteria haji mabrur menurut hadits!
1. Niat yang Ikhlas
Dalam melaksanakan ibadah, menjaga keikhlasan niat merupakan salah satu hal yang penting. Keikhlasan ini menjadi dasar bagi semua amal ibadah kita, termasuk dalam ibadah haji, karena imbalan yang diterima akan sesuai dengan niat yang kita tuangkan.
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Umar ibn Al-Khattab radiyallahu ‘anhu)
Jangan sampai terbersit dalam hati kita untuk melakukan ibadah haji dengan niat yang lain selain mencari ridha Allah ﷻ seperti mencari popularitas di tengah masyarakat.
2. Menyebarkan Kedamaian
Salah satu karakteristik utama seorang muslim adalah selalu berupaya untuk menyebarkan kedamaian dan memberikan rasa aman kepada orang lain.
Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan bahwa salah satu ciri keimanan yang sempurna adalah ketika individu tersebut mampu menjaga lisan dan tangan mereka agar tidak mengganggu atau menyakiti orang lain.
Fenomena ini timbul dari fakta bahwa ketika seseorang telah menerima iman dengan sepenuh hati, ia akan secara konsisten mengutamakan pemenuhan hak-hak sesama dan berusaha untuk tidak melakukan perbuatan zalim.
Dengan demikian, tindakan tersebut akan membantu memelihara suasana harmonis dan rasa aman di antara individu-individu.
3. Memberi Makan Kepada Yang Membutuhkan
Pangan adalah salah satu kebutuhan primer bagi kita sebagai makhluk hidup. Karena itu, memberi makan kepada mereka yang kelaparan memiliki makna mendalam karena dapat memelihara hidup seseorang.
Signifikansi memberikan makanan kepada sesama juga ditegaskan oleh hadits-hadits dari Nabi Muhammad ﷺ. Salah satunya terdapat dalam riwayat dari sahabat Abdullah bin Salam radiyallahu ‘anhu:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، أَفْشُوْا السَّلَامَ ، وَأَطْعِمُوْا الطَّعَامَ ، وَصِلُوْا الْأَرْحَامَ ، وَصَلُّوْا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ ، تَدْخُلُوْا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
.
“Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikan makan, sambunglah silaturahmi, shalatlah di waktu malam ketika orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk Surga dengan sejahtera.” (HR At-Tirmidzi)
4. Santun dalam Bertutur Kata
Menjaga kesopanan dalam berbicara adalah cara yang penting untuk memelihara harmoni dalam hubungan antar individu.
Selain itu, mempertahankan sopan santun dalam berbicara adalah tanda dari keyakinan sejati. Hal ini telah ditegaskan oleh Nabi Muhammad ﷺ dalam suatu hadits yang disampaikan oleh sahabat Abdullah bin Mas’ud radiyallahu ‘anhu:
لَيْسَ المُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الفَاحِشِ وَلَا البَذِيءِ
“Bukanlah seorang mukmin, orang yang suka mencela, orang yang suka melaknat dan orang yang suka berkata-kata kasar dan juga kotor.” (HR At-Tirmidzi)