Salam sahabat umroh jogja...
Halo pembaca Dewangga Travel Umroh Jogja, Apakah Anda mengenal apa itu Qira’at Sab’ah? Berikut ini Dewangga umroh akan memberikan informasi mengenai Qira’at Sab’ah dalam belajar Al Qur’an. Simak penjelasan berikut ini.
Mengenal Qira’at Sab’ah
Qira'at Sab'ah adalah istilah dalam pengajaran dan pembelajaran Al-Qur'an yang merujuk kepada tujuh metode berbeda dalam membaca Al-Qur'an yang sah secara tradisional dalam tradisi Sunni. Metode-metode ini berbeda dalam pengucapan, tajwid, dan beberapa peraturan bacaan. Masing-masing dari tujuh qira'at ini memiliki silsilah sanad (rantai perawatan) yang dapat ditelusuri kembali hingga ke Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya.
Mengenal Qira’at Sab’ah secara bahasa Qira’at berarti bacaan sedangkan Sab’ah artinya tujuh. Qira’at Sab’ah merupakan model – model bacaan Al Qur’an yang disandarkan pada imam qira’at yang meriwayatkan baik model bacaan disepakati oleh imam qira’at atau hanya salah satu saja dari imam qira’at.
(ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ)
Seluruh imam qiraat tujuh tidak ada perbedaan dalam membaca ayat tersebut, sedangkan lafadz ( مُنْزَلِيْنَ ) hanya satu imam yang membaca dengan Fathah Nun dan tasydid Za’ ( مُنَزَّلِيْنَ ).
Konsep Qira’at Sab’ah
Pertama kali konsep qira’at Sab’ah ditetapkan oleh ulama Ibnu Mujahid yang seorang ahli qira;ah bekerja di pemerintahan setelah melakukan penelitian panjang. Ibnu Mujahid melakukan penelitian panjang dan menetapkan tujuh imam qira’at yang mewajili tiap daerah.
Hukum memelajari qira’at adalah Fardhu kifayah artinya kewajiban yang harus dilakukan dan menjadi tanggung jawab bersama bagi umat muslim. Namun apabila sejumlah orang dalam umat ini sudah melaksanakan kewajiban maka kewajiban tersebut dianggap telah terpenuhi dan lainnya tidak wajib untuk melaksanakan.
Tujuh Qira’at Sab’ah
Variasi dalam pelafalan dan intonasi dalam membaca Al-Qur’an terdapat tujuh Qira’at. Perbedaan variasi pelafalan ini muncul karena beberapa sebab termasuk perbedaan dialek dan aksen bahasa Arab pada masa Nabi Muhammad dan setelahnya. Hal ini memungkinkan komunitas muslim yang berbeda di seluruh dunia untuk membaca Al-Qur’an dengan cara yang mereka terima dan pahami.
Banyak imam qira’at yang bacaannya dapat dipertanggung jawabkan. Hanya saja karena seleksi ilmiah serta alamiah sampai akhir abad kedua dan awal abad ketiga hanya beberapa imam qira’at yang memiliki bacaan masyhur. Terdapat tujuh qira’at yang berbeda dan diterima dalam Islam Sunni serta mewakili cara berbeda namun sah dalam membaca Al-Qur’an.
Nafi
Qira’at pertama adalah Nafi’ (Warsh) dinamai Nafi’ setelah Qalun ibn Qais al-Laythi dan Warsh ibn Nafi’ al-Madani. Bacaan Nafi’ banyak diikuti di bagian-bagian daerah Afrika Utara dan Barat seperti Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Mauritania.
Ibn Kathir
Bacaan Ibn Kathir diatributkan kepada Abu Bakr Ibn 'Ayyash al-Makki dan 'Abdullah Ibn Kathir al-Makki. Qira’at bacaan Ibn Kathir populer di beberapa bagian Sudan dan Chad.
Ibn 'Amir
Bacaan Ibn ‘Amir diatributkan kepada Abu 'Amr Ibn al-'Ala' al-Basri dan umum di beberapa bagian Yaman.
Abu 'Amr
Bacaan qira’at Abu ‘Amr diatributkan kepada Abu 'Amr ibn al-'Ala' al-Basri, bacaan ini diikuti oleh beberapa komunitas di Semenanjung Arab.
Ya'qub
Bacaan qira’at Ya’qub dinamai setelah Ya'qub ibn Ibrahim al-Hadhrami, bacaan ini utamanya diikuti di beberapa bagian Indonesia dan Malaysia.
Khalaf
Bacaan qira’at Khalaf diatributkan kepada Hamzah ibn Habib al-Kufi dan Khallad ibn Khalid al-Basri, bacaan ini ditemukan di beberapa bagian Oman.
Hamzah
Bacaan qira’at Hamzah diatributkan kepada Hamzah al-Kufi, bacaan ini umum di beberapa bagian Kuwait dan Uni Emirat Arab.
Qira'at Sab'ah adalah representasi dari keragaman budaya dan bahasa dalam umat Islam yang diakui sebagai metode sah untuk membaca Al-Quran, yang digunakan berdasarkan tradisi regional dan sejarah.
Qira’at disederhanakan Menjadi Dua Perawi
Perawi dan thoriq dari tiap imam qira’at disederhanakan menjadi dua perawi saja dan tiap rawi hanya satu thoriq. Hal ini disederhanakan oleh ulama Imam Abu Amr Ad-Dani dengan kitab At-Taisir fi Qiraatis Sab’i.
Alasan Imam Abu Amr untuk menyederhanakan qira’at menjadi dua karena banyaknya jalur periwayatan dan wajah bacaannya serta disebabkan oleh turunnya semangat generasi penerus untuk belajar. Oleh sebab itu Imam Abu Amr menyederhanakan untuk mempermudah dalam memelajari ilmu qira’at. Tidak heran apabila kitab At-Taisir fi Qiraatis Sab’i mejadi rujukan utama selama ini hingga sekarang.
Thoriq Syathibiyyah dan Durro
Thoriq Syathibiyah adalah sekelompok peraturan bacaan Al-Quran yang mengikuti konsep yang terdapat dalam kitab "Hirzul Amani Wa Wajhut Tahani" karya Imam Asy-Syathibi dan kitab "Durrotul Mudhiyah" karya Ibnul Jazari.
Qira’at, merupakan bacaan yang didasarkan pada imam qira’at. Riwayat adalah bacaan yang didasarkan pada para perawi qira’at, dan thoriq merupakan bacaan yang didasarkan pada perawi dari riwayat.
Jika yang disebut adalah imam qira’at, maka tidak ada perbedaan antara kedua perawi. Namun, jika yang disebut adalah nama perawinya atau riwayat, maka terdapat perbedaan di antara para perawi.
Untuk memahaminya lebih mudah, penulis memberikan contoh berikut:
Kata "مَالِكِ" dalam surat Al-Fatihah ayat 4.
Imam Ashim dan Kisa'i membaca huruf "مَالِكِ" dengan memanjangkannya atau "Itsbatul Alif ba'da mim," yaitu: "مَالِكِ." Karena yang disebutkan di sana adalah imam qiroahnya, maka bacaan dari kedua perawi imam tersebut, yaitu Su'bah dan Hafsh (perawi dari imam Ashim), serta Abu Harits dan Durri (perawi dari imam Kisa'i), tidak memiliki perbedaan.
Namun, pada kata "الصَّلَاةَ," rawi Warsy dari Imam Nafi' membaca dengan huruf "تَفْهِيمُ اللَّامِ" atau lebih panjang. Karena yang disebutkan adalah nama perawinya, maka di antara perawi imam Nafi', seperti Qolun, terdapat perbedaan dalam bacaannya.
Pada lafadz الصَّلَاةَ Warsy dari Nafi’ membaca tebal Lam atau tafhim LAM, sedangkan Qolun dari Nafi’ membaa dengan tipis Lam atau Tarqiq LAM.
Khilaful Wajib dan Khilaful Jaiz
Khilaful Wajib merupakan perbedaan dalam bacaan yang harus dibaca secara berbeda sesuai dengan riwayat masing-masing.
Sebagai contoh, seperti bacaan kata "الصَّلَاةَ" (as-shalāt)
Sedangkan Khilaful Jaiz adalah perbedaan dalam bacaan yang diperbolehkan oleh qori untuk memilih. Sebagai contoh, seperti kadar Mad Aridhl di mana pembaca dapat memilih antara 2, 4, atau 6 harakat.
Thoriq Syathibiyah dan Durra Lebih Terkenal
Pada abad ke-4 Hijriah kitab yang paling terkenal saat itu adalah kitab "Taisir" karya Abu Amr Ad-Dani. Kemudian kitab ini diringkas dan dijadikan sebuah Nadhom (teks berbentuk puisi atau syair) oleh Imam Asy-Syathibi dengan beberapa tambahan bacaan dan materi yang dikenal dengan sebutan "Ziyadatul Qashid." Selama lebih dari 3 abad, kitab "Taisir" dan karya Syathibi menjadi rujukan utama dalam ilmu qira’at.
Kemudian, Ibnul Jazari ingin memperkenalkan tiga qira’at tambahan selain dari qira’at tujuh kepada masyarakat. Beliau juga menambahkan tiga qira’at tambahan ke dalam kitab "Taisir." Kitab ini kemudian dikenal dengan nama "Tahbirut Taksir" atau lebih dikenal dengan "Qiraat Asyroh Sughra." Ketiga qiraat tambahan tersebut adalah: (1) Qiraat Abu Ja'far, (2) Qiraat Ya'qub, dan (3) Qiraat Khalaf Ashyar.
Selanjutnya, Ibnul Jazari menciptakan sebuah nadhom untuk ketiga qiraat tambahan tersebut yang dikenal dengan nama "Durrotul Mudhiyah." Secara keseluruhan, Imam Syathibi dan Ibnul Jazari berusaha memperkenalkan Thoriq (metode bacaan) mereka masing-masing kepada masyarakat dengan cara mengintegrasikannya ke dalam kitab "Taisir" yang sangat terkenal pada masa itu.
Demikian informasi mengenai Qira’at Sab’ah dari Dewangga umroh Jogja. Semoga dari informasi yang diberikan penulis dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Mengenal Dewangga Umroh Jogja merupakan biro keberangkatan umroh yang ada di Jogja sudah berpengalaman dalam mengantarkan calon jamaah menuju Baitullah. Dewangga umroh jogja menjadi sahabat keluarga Jogja. Dapatkan penawaran harga promo terbaik untuk berangkat umroh dengan nyaman dan memuaskan!